Penulis: Nelson F. Saragih
Tiba-tiba seorang teman di Group WA bertanya, “Bung, keuangan serikat berinovasi ya dari iuran ke persentase gaji komisaris?” Spontan saya jawab “Gak mungkinlah”, dia membalas dengan emoticon senyum. Diskusi berlanjut dan jadilah kurang lebih seperti dibawah ini. Dalam beberapa tahun terakhir, publik menyaksikan gejala baru dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia, aktivis serikat buruh direkrut menjadi komisaris di perusahaan-perusahaan negara.
Fenomena ini tampak sebagai pengakuan terhadap peran buruh dalam ekonomi nasional, tetapi sejatinya mengandung persoalan serius bagi kedaulatan gerakan buruh. Di balik pintu rapat dewan komisaris, terdapat risiko kooptasi yang dapat menjauhkan serikat buruh dari mandat hakikinya sebagai organisasi perjuangan berbasis massa.
Serikat buruh lahir dari kesadaran kolektif kelas pekerja bahwa mereka membutuhkan instrument kekuatan untuk menghadapi modal dalam hubungan industrial. Ia tumbuh sebagai organisasi demokratis yang mendapatkan legitimasi dari anggotanya, bukan dari kekuasaan negara maupun elite korporasi. Ketika pemimpin atau aktivis serikat beralih posisi menjadi bagian dari organ Perusahaan, apalagi sebagai komisaris BUMN, terjadi pergeseran peran yang tidak sederhana dari representasi buruh menjadi representasi pemilik modal dan kekuasaan.
Kooptasi Gerakan Buruh
Dalam literatur sosiologi organisasi, Philip Selznick menyebut fenomena ini sebagai cooptation—suatu mekanisme di mana kekuatan dominan merangkul pemimpin gerakan untuk melumpuhkan daya kritis kelompok asalnya. Kooptasi membuat gerakan sosial tampak tetap eksis secara formal, tetapi kehilangan taji politiknya. Serikat buruh pun bisa terjebak menjadi ornamen demokrasi semata, tetapi tanpa kemampuan menggugat struktur yang menindas.
Ketika aktivis buruh duduk sebagai komisaris, terdapat benturan kepentingan yang tidak terhindarkan. Di satu sisi, ia membawa latar belakang perlawanan terhadap ketidakadilan industrial. Namun pada saat yang sama, ia menjadi bagian dari organ perusahaan yang tugas
utamanya adalah menjaga kepentingan pemilik modal, yaitu negara. Maka posisinya seringkali menjadi dilemma, berjuang untuk buruh, atau mematuhi kepentingan kekuasaan?
Representasi atau Patronase?
Fenomena ini tidak hadir di ruang hampa. Pengangkatan komisaris BUMN sering dikaitkan dengan patronase politik dan kepentingan stabilisasi relasi industrial melalui pendekatan elite cooptation. Aktivis yang dulunya vokal dapat berubah menjadi juru damai kepentingan elite. Lebih buruk lagi, mereka dapat menjadi instrumen legitimasi kekuasaan untuk mengklaim keberpihakan palsu terhadap pekerja. Dengan demikian, perekrutan aktivis buruh sebagai komisaris bukan hanya persoalan individu— melainkan strategi politik terstruktur yang dapat menggerogoti kekuatan kolektif buruh.
Sebagai Sumber Dana Serikat Buruh
Sebagian kalangan membela praktik pengangkatan aktivis serikat sebagai komisaris dengan alasan bahwa sebagian gaji dan fasilitas yang diterima dapat “dialirkan kembali” ke serikat. Seolah ada logika prestasi, naik jabatan demi mendukung organisasi. Namun, skema ini membawa tiga konsekuensi serius:
Pertama, serikat berpotensi mengalami ketergantungan struktural pada dana non-organik. Ketika sumber pembiayaan bukan dari anggota, maka kemandirian politik melemah.
Kedua, distorsi akuntabilitas dapat terjadi. Loyalitas dapat bergeser dari anggota kepada pemilik kekuasaan atau kepada figur komisaris itu sendiri, sehingga internal serikat lebih mirip patronase daripada demokrasi.
Ketiga, risiko pembungkaman advokasi meningkat. Keberanian serikat untuk menggugat kebijakan perusahaan atau negara bisa surut demi menjaga aliran dana tetap tersedia.
Pendanaan organisasi adalah soal politik, bukan sekadar administrasi. Uang dapat mengikat, mengendalikan, bahkan membungkam.
Dari Kesetaraan Menjadi Subordinasi
Jika serikat buruh kehilangan independensinya, maka relasi industrial akan berubah dari perundingan yang setara menjadi subordinasi. Risiko yang mengintai:
- Melemahnya daya tawar dalam perundingan
- Serikat menjadi tidak responsif terhadap aspirasi basis
- Fragmentasi internal dan menurunnya kepercayaan anggota
- Hilangnya karakter kritis sebagai kekuatan kelas pekerja
Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menghilangkan kepercayaan buruh terhadap Gerakan buruh. Menjaga Kemandirian Gerakan Buruh
Menolak kooptasi bukan berarti menolak representasi pekerja dalam tata kelola perusahaan. Justru sebaliknya: representasi harus diperjuangkan melalui mandat yang jelas dari anggota dan mekanisme demokratis.
Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan gerakan buruh:
- Aturan organisasi harus tegas: setiap pengurus yang menerima jabatan dalam organ perusahaan harus nonaktif dari struktur serikat.
- Penguatan kesadaran kelas dan pendidikan kader untuk mencegah penyimpangan peran.
- Pendanaan serikat berbasis iuran anggota sebagai jantung kemandirian.
- Kampanye publik menolak upaya kooptasi gerakan buruh oleh modan dan kekuasaan.
Gerakan buruh harus kembali pada akar perjuangannya, menegakkan keadilan dan kesejahteraan kolektif. Serikat buruh bukan tangga karier menuju kekuasaan, ia adalah alat perjuangan kelas pekerja.
Melawan Normalisasi Kooptasi
Saat ini yang dipertaruhkan bukan hanya posisi tawar serikat buruh, melainkan masa depan gerakan buruh. Kooptasi adalah ancaman senyap, ia tidak menghancurkan serikat dari luar, tetapi menggerogotinya dari dalam.Serikat buruh adalah milik anggota. Dan suara buruh tidak bisa
dibeli.
Bahan bacaan:
- BBC News Indonesia. (2024). Sejumlah pendukung politik diangkat jadi komisaris independen BUMN. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c722qmn8l04o
- Selznick, P. (1949). TVA and the Grass Roots: A Study in the Sociology of Formal Organization. University of California Press.
- ILO. (2013). Trade Union Financing and Independence. International Labour Organization.
- Pasal 3 Anggaran Dasar Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)











![Susi Pudjiastuti: Minimal DPR Copot Puan Maharani [SALAH]](https://koreksi.org/wp-content/uploads/2025/10/Screenshot-2025-10-16-073005-75x75.jpg)
























