Koreksi, Jakarta- Sekelompok orang muda Jakarta tetapkan sikap membela aksi coblos semua pasangan calon (paslon) sebagai bentuk kekecewaan terhadap kualitas Pilkada dan pilihan Gubernur Jakarta yang ada. Sikap ini sekaligus melawan pernyataan Komisioner KPUD Jakarta Timur, Timur Carlos Kartika Yudha yang mengancam sanksi pidana pada gerakan coblos ketiga paslon pada Pilkada Jakarta (9/10/24).
Bentuk perlawanan tersebut akan diekspresikan melalui kampanye gerakan Coblos Semua Paslon secara terbuka, melalui konten edukatif seperti diskusi, poster, infografis dan musik.
Dalam diskusi publik “Pilkada Coblos Semua, Boleh Kok!” pada Jumat, 11 Oktober 2024, di R. Gunawan Wiradi, Khanah Perjuangan Agraria, Jakarta Selatan, para orang muda dari berbagai organisasi tersebut membedah alasan fundamental, baik konstitusional maupun faktual, tentang pentingnya melakukan aksi coblos semua paslon.
Aksi coblos semua paslon adalah praktik protest voting (suara protes) yang lazim dan sah terjadi dalam sistem demokrasi elektoral. Menurut Violla Reininda, pengajar Pusat Studi Hukum dan Konstitusi yang mewakili Gerakan Salam 4 Jari, dalam konstitusi Indonesia, tidak mewajibkan orang untuk memilih.
“Dengan demikian, tidak memilih, dan memilih adalah hak elektoral yang sama-sama dilindungi. Menariknya, aksi coblos semua paslon memenuhi keduanya, yakni datang ke Tempat Pemungutan Suara, memilih semua paslon, dan menghasilkan surat suara yang tidak sah,” ujar Violla melalui keterangan tertulis, Sabtu (12/10/2024).
Sementara itu, mewakili Urban Poor Consortium, Apriyandi mengabarkan bahwa 32 kampung di Jakarta yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) tidak saja melakukan dan mengampanyekan coblos semua paslon. Sikap warga miskin kota sudah berkembang dan membulat untuk menjadi oposisi usai Pilkada, selama 5 tahun mendatang, meskipun berat konsekuensinya. Andi pun mengajak kaum muda untuk bergabung bersamanya.
“Jika rakyat miskin kota, yang marjinal dan selalu didulang suaranya saat Pilkada saja berani mempertaruhkan hidup dan matinya, mengapa kita yang resah tapi masih ragu-ragu untuk bersama-sama bersatu menguatkan dan memperbesar kekuatan kita sebagai rakyat?” ujar Apriyandi.
Hal senada juga diungkapkan Oka Kertiyasa. Menurutnya, keterlibatan orang muda menjadi kunci penting dalam memperkuat demokrasi dan memastikan suara mereka didengar dalam proses politik lokal. “orang muda memiliki potensi besar sebagai agen perubahan yang mampu membawa ide-ide segar, energi positif, dan perspektif baru dalam dinamika politik di tingkat daerah,” jelas pendiri Social Justice Indonesia ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan, partisipasi aktif orang muda dalam Pilkada tidak hanya mencakup hak untuk memilih, tetapi juga melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan yang mendukung proses demokrasi, seperti kampanye, debat publik, pemantauan pemilu, dan advokasi isu-isu penting. Keterlibatan orang muda dalam Pilkada dapat memberikan warna baru dalam kompetisi politik, meningkatkan akuntabilitas publik, dan mendorong terwujudnya pemimpin yang benar-benar dari aspirasi masyarakat, bukan elit politik.
Usai diskusi tersebut, Fitria Ramadhanti dari Kolektif Semai mengungkapkan kemungkinan kerjasama antar kelompok orang muda dalam mengedukasi warga Jakarta mengenai hak untuk mencoblos semua paslon secara benar.
“Seperti yang disampaikan Violla, selama kita tidak memberi iming-iming dan tidak memaksa, maka kita semua akan terhindar dari sanksi pidana.”
Dalam penutupnya, Fitria menjanjikan diskusi terfokus semacam ini akan segera diselenggarakan di sejumlah lokasi dan basis-basis orang muda dengan kolaborasi kegiatan diskusi, pemutaran film dan musik.
Selain Gerakan Salam 4 Jari, Social Justice Indonesia, Urban Poor Consortium, Jaringan rakyat Miskin Kota, dan Kolektif Semai, turut hadir pula perwakilan orang muda dari Partai Hijau Indonesia, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia, Yang Muda Yang Cemas, Rujak Center for Urban Studies, STH Jentera, dan UIN Jakarta.