Koreksi, Jakarta- Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menemukan dugaan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi secara terstruktur dan massif. Hal tersebut berdasarkan kunjungan investigatif dan dialogis dengan para korban terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK2, yang dilakukan MPM PP Muhammadiyah.
Dugaan pelanggaran ini melibatkan sejumlah aktor, termasuk pengusaha, aparat pemerintah desa, dan kelurahan yang secara sistematis menekan masyarakat agar menyerahkan lahan mereka dengan harga yang tidak adil.
Berdasarkan keterangan korban yang ditemui MPM PP Muhammadiyah, nelayan setempat mengalami kesulitan untuk melaut akibat pembatasan akses. Sementara para petani kehilangan sumber daya untuk bertani karena aliran sungai yang biasa digunakan untuk irigasi sawah sengaja ditutup. Akibatnya, banyak petani terpaksa menjual lahan mereka dengan harga yang sangat murah, jauh di bawah nilai wajar.
“Jika aliran sungai terhenti, lahan tentu tak bisa lagi digarap, akhirnya dijual dengan cara terpaksa. Hal ini juga terkonfirmasi dengan para petani korban Proyek PIK2 ini,” ungkap Himawan, Ketua Divisi Advokasi MPM PP Muhammadiyah melalui keterangan pers, Jumat (31/1/2025)
Paksaan Penjualan Lahan dengan Harga Murah
Investigasi juga menemukan bahwa masyarakat dipaksa menjual lahan dengan harga Rp50.000 per meter persegi, yang merugikan mereka. Selain itu, perangkat desa dan lurah disebut terlibat aktif dalam menekan warga agar menandatangani kesepakatan penjualan tanah tersebut.
“Keserakahan pengusaha selalu menimbulkan banyak korban. Selain menghentikan perekonomian nelayan dan petani, konflik sosial juga timbul di antara warga akibat praktik adu domba,” tegas Himawan.
MPM PP Muhammadiyah Mendesak Pemerintah Bertindak
MPM PP Muhammadiyah menegaskan bahwa proyek pembangunan tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hak asasi manusia dan merugikan masyarakat kecil. Oleh karena itu, MPM PP Muhammadiyah mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera turun tangan menghentikan segala bentuk pemaksaan terhadap masyarakat dalam penjualan lahan. Termasuk membuka kembali akses irigasi dan perairan bagi petani dan nelayan.