Penyetaraan jabatan sebagai salah satu langkah dalam penyederhanaan birokrasi belum secara utuh bersinergi. Dalam implementasinya terdapat sejumlah persoalan yang belum efektif sampai sekarang. Untuk itu, beberapa aspek perlu dikoreksi.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dan Permen PAN-RB Nomor 7 Tahun 2022 tentang sistem kerja di instansi pemerintah untuk penyederhanaan birokrasi menjadi landasan penyetaraan jabatan yang dilakukan dengan menghapus jabatan eselon III dan IV, menggantikannya dengan jabatan fungsional yang lebih berbasis kompetensi. Hal ini sudah berjalan beberapa tahun terakhir, ada proses penyesuaian yang tidak mudah bahkan sampai sekarang masih ada jabatan fungsional hasil penyetaraan yang belum efektif terkait kedudukan, tugas pokok dan fungsi, tunjangan dan lainnya.
Dalam kajian Teori Administrasi Publik Modern, Kebijakan ini mengacu pada prinsip-prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Efisien dengan mengurangi jumlah jabatan yang tidak terlalu diperlukan, diharapkan proses administrasi dan pengambilan keputusan dapat berjalan lebih cepat dan tepat sasaran. Memanfaatkan sumber daya manusia yang ada secara lebih efektif dengan memfokuskan tugas dan tanggung jawab pada posisi yang strategis dan mendukung kinerja pemerintahan merupakan bagian dari optimalisasi sumber daya. Sedangkan terkait Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas, struktur organisasi yang lebih ramping memudahkan pengawasan dan evaluasi kinerja, sehingga dapat meminimalkan peluang terjadinya tumpang tindih fungsi serta praktik-praktik yang tidak transparan.
Selain itu prinsip Good Governance sebagai Implementasi reformasi birokrasi sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, sehingga proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan menjadi lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga, Penyederhanaan birokrasi diharapkan dapat mengurangi beban birokrasi yang berlebihan dan meningkatkan responsivitas pelayanan publik dapat tercapai.
Namun demikian dalam implementasinya terdapat sejumlah persoalan. Penyederhanaan birokrasi bertujuan meminimalkan prosedur yang berbelit-belit dan mengurangi tumpang tindih fungsi antar instansi. Adanya efisiensi waktu proses perizinan dan pengurusan dokumen, yang secara signifikan membantu pelaku usaha dan masyarakat dalam mengakses layanan publik. Namun, keberhasilan ini sering kali bervariasi antar-daerah, tergantung pada komitmen dan kesiapan masing-masing pemerintah daerah dalam mengimplementasikan reformasi birokrasi.
Sistem informasi terpadu dan layanan daring telah meningkatkan transparansi, karena masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai prosedur dan persyaratan administrasi. Meskipun demikian, masih terdapat kendala seperti kurangnya pemutakhiran data secara real-time, informasi terbatas dan ketidakmerataan akses internet di beberapa wilayah, yang dapat mengurangi efektivitas transparansi yang diharapkan.
Kemudian Penyederhanaan prosedur administrasi dan digitalisasi layanan berperan dalam memperkecil peluang korupsi. Meskipun demikian, evaluasi menunjukkan bahwa pengawasan internal dan mekanisme akuntabilitas perlu diperkuat untuk memastikan bahwa reformasi ini dapat berjalan optimal dan tidak disalahgunakan oleh oknum tertentu.
Selain celah celah tersebut di atas, ada aspek mendasar yang kurang bahkan tidak sinkron terkait penyetaraan jabatan. Hal ini menjadi indikator kurangnya koordinasi antar instansi. Harus ada evaluasi meliputi peninjauan sinergi dan integrasi antar lembaga pemerintah. Koordinasi yang baik antar instansi sangat penting agar kebijakan penyederhanaan birokrasi dapat diimplementasikan secara menyeluruh sehingga tidak terjadi tumpang tindih wewenang tugas dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan kebijakan.
Contoh kasuistik, salah satu penyetaraan jabatan di Provinsi Jawa Barat, perubahan jabatan pengawas sebagai Kasubbag TU di satuan pendidikan tingkat SMA/SMK yang dalam penyetaraan jabatan menjadi jabatan fungsional Arsiparis Ahli Muda di satuan pendidikan tingkat SMA SMK, terjadi sesuatu yang paradoks antara kedudukan, tugas pokok dan fungsi, pengembangan karir serta tunjangan dengan regulasi yang berlaku sehinggga implementasi jabatan fungsional arsiparis ahli muda penyetaraan di satuan pendidikan belum efektif. Untuk itu perlu adanya koreksi.

Dr. Jaja Jalaludin
(Edupreneur Mastery)