Sikap Redaksi Koreksi.org
Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan tujuh jurnalis di kediamannya di Hambalang, Jawa Barat pada Minggu (6 April 2025). Hal tersebut disampaikan Prabowo melalui akun Instagram dan akun X miliknya @Prabowo. Mereka adalah Pemimpin Redaksi (Pemred) Detik Alfito Deannova Ginting, Pemred TV One Lalu Mara Satriawangsa, Pemred IDN Times Uni Lubis, Founder Narasi Najwa Shihab, Pemred Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, Pemred SCTV Retno Pinasti dan News Anchor TVRI Valerina Daniel. Enam Pemred tersebut kemudian mewawancarai Prabowo Subianto, difasilitasi Valerina Daniel sebagai moderator.
“Alhamdulillah hari ini saya berkesempatan wawancara bersama 7 Jurnalis dari 7 grup media yang ada di tanah air. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan dalam wawancara hari ini, semoga jawaban dan penjelasan yang saya berikan dapat diterima dan menjadi informasi yang utuh dan jelas bagi masyarakat semua,” ujar Prabowo melalui akun Instagram @Prabowo, Minggu (6 April 2025).
Mengutip Kompas.com, Najwa Shihab mengatakan pertemuan dengan 7 jurnalis ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan pemred dengan Prabowo pada Februari 2025 lalu. Adapun yang mengatur dan mengoordinasikan wawancara dengan Prabowo yaitu Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi) Angga Raka Prabowo. Kata Najwa, wawancara berlangsung sekitar tiga jam dari pukul 09.00 WIB sampai 12.00 WIB lebih. Selain itu, para pemred tidak diminta list pertanyaan sehingga pertanyaan berlangsung secara mengalir dengan berbagai topik.
Secara umum, wawancara media dengan seorang presiden merupakan praktik yang baik. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa hanya enam pemred yang diberikan kesempatan untuk mewawancarai presiden. Apa yang menjadi pertimbangan Angga Raka Prabowo memilih enam pemred tersebut?
Wamen Komdigi Angga Raka Prabowo sebagai pejabat publik yang dibiayai oleh pajak rakyat, harus menjelaskan pertimbangan atau indikator yang digunakan dalam memilih enam pemred tersebut. Mengingat ada sekitar 1.800 perusahaan media di tanah air yang telah diverifikasi Dewan Pers. Wamen Angga juga hutang penjelasan terhadap puluhan pemred dan tokoh pers senior yang diundang dalam pertemuan Februari 2025.
Sebab, Dewan Pers justru tidak diundang dalam pertemuan Februari 2025. Padahal, Dewan Pers merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk melindungi kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas kehidupan pers berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, ada sebelas organisasi konstituen Dewan Pers yang juga luput dari undangan Wamen Komdigi Angga Raka Prabowo.
Penjelasan tersebut penting untuk menjawab pertanyaan di publik tentang dugaan favoritisme pemerintah terhadap media-media tertentu. Atau lebih jauh lagi, netizen mempertanyakan mengapa media kritis seperti Tempo atau media-media alternatif tidak diundang atau hadir dalam pertemuan tersebut. Apakah pemerintah takut mendapat pertanyaan kritis atau tidak mau berhadapan dengan media yang kerap mengkritik pemerintah.
Tentu, para pemred yang hadir dalam dua pertemuan dengan Prabowo bukan berarti tidak kritis dan tidak boleh datang bertemu dengan presiden. Sebab bagi media apapun, tetap penting bertemu dengan narasumber siapapun termasuk presiden agar mendapatkan informasi. Tinggal, publik dapat melihat karya-karya jurnalistik media yang bertemu Prabowo, apakah tetap melayani kepentingan publik atau pemerintah? Ini semua kembali kepada penilaian publik. Karena itu, penting bagi Wamen Komdigi Angga untuk memberikan penjelasan terkait tuduhan favoritisme atau sikap enggan presiden terhadap media kritis.
Sama dengan presiden sebagai pejabat publik yang dibiayai pajak rakyat, juga tidak boleh melakukan tindakan favoritisme terhadap media tertentu. Presiden memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada publik sesuai dengan konstitusi. Wawancara dan pertemuan dengan media tertentu bisa berpotensi mengurangi peluang masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang berbagai informasi yang sedang hangat di publik. Sebab untuk mendapatkan jawaban yang dibutuhkan publik, seorang jurnalis perlu melemparkan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang tepat untuk jawaban yang tepat. Itu artinya semakin banyak media kritis yang hadir, maka semakin banyak jawaban tepat dapat diperoleh oleh publik.
Karena itu, jika presiden memiliki niat untuk memenuhi hak publik atas informasi, Koreksi.org menyarankan presiden agar menggelar pertemuan atau konferensi pers yang dapat diakses oleh semua media. Tidak hanya secara tatap muka, tapi juga secara daring atau hybrid sehingga bisa diakses oleh seluruh media di berbagai daerah. Tentu, presiden juga tidak perlu menyaring pertanyaan dari semua jurnalis yang ada di tanah air. Dengan demikian, tuduhan favoritisme terhadap sejumlah media atau tokoh pers, serta ketakutan terhadap media kritis dapat digugurkan. Sekaligus ini dapat mengobati kekecewaan publik terhadap Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi yang tidak memiliki kapasitas menjadi penyambung lidah istana dalam memastikan hak atas informasi warga negara.
Lebih jauh Koreksi.org juga tidak ingin pertemuan dengan media hanya sebatas simbol dari presiden bahwa hubungan dengan media baik-baik saja. Sebab, yang terjadi justru sebaliknya. Berbagai kekerasan terhadap jurnalis, bahkan pembunuhan terjadi pada era Presiden Prabowo Subianto. Salah satunya dialami jurnalis Juwita yang dibunuh anggota TNI Angkatan Laut di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Selain itu, Awal Maret 2025 lalu, Kapolri juga meneken Peraturan Kepolisian Republik Indonesia (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Terhadap Orang Asing. Perpol ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjelaskan bahwa peraturan tentang pers dibuat oleh komunitas pers atau difasilitasi Dewan Pers.
Karena itu, Presiden Prabowo Subianto tidak boleh ‘omon-omon’ saja dalam menjaga dan memastikan kebebasan pers, serta menjamin hak warga atas informasi. Tapi presiden harus mewujudkan hal tersebut dengan tindakan konkret, memastikan hukum dapat menjerat pelaku kekerasan terhadap jurnalis dan mencabut berbagai peraturan yang membelenggu pers. Pers sehat, demokrasi kuat.
Koreksi.org
Komentar yang sangat mencerahkan.