Koreksi, Jakarta- Koordinator Gerakan Warga Kober Menteng Pulo II Jakarta, Ronal Paty membaca dengan seksama surat yang berasal dari Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Selatan. Surat dengan tanggal 8 April 2025 tersebut mengharuskan warga agar segera mengosongkan lahan dan membongkar bangunan yang berada di atas taman pemakaman umum (TPU) Menteng Pulo, Menteng Dalam dalam tenggat waktu 7×24 jam. Dia lebih bingung lagi ketika surat tersebut baru sampai ke dia pada 11 April 2025, jadi waktu untuk angkat kaki jauh lebih singkat.
“Maka kami akan melaksanakan penertiban dan segala risiko yang ditimbulkan menjadi beban dan tanggung jawab Saudara,” dikutip dari surat yang ditandatangani oleh Djauhar Arifien, Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Selatan. Hari berganti, datang lagi surat dengan tanggal 14 April 2025 dengan nada sama. Tapi kali ini, warga diberi tenggat 3×24 jam untuk angkat kaki.
“Ah itu kacau deh,” ucap Ronal kepada Koreksi pada Rabu (23/04/25). Dia dan warga bingung apa tenggat waktu 7×24 jam itu sejak surat ia terima atau berdasarkan tanggal surat terbit yakni 8 April 2025. Ternyata jawabannya terhitung 7×24 jam sejak 8 April 2025.
Warga RT 9 dan 11 Menteng Pulo II didominasi oleh warga lansia. Sehingga mereka tidak ingin melawan. Namun tetap saja warga saling mengeluh tanpa berani menyampaikan protes mereka. “Mereka hanya menangis, ngeluh,” ucap dia.
Warga umumnya bekerja serabutan. Menurut Ronal, sebagian besar bekerja sebagai pengurus makam yang bergantung pada kunjungan keluarga ke makam. Memang beruntung jika hari raya datang, warga bisa mendapat uang membersihkan dan mengurus makam dari keluarga. Tapi sehari-hari tidak ada jaminan mereka membawa pulang uang makan.
Beberapa warga lain bekerja sebagai pemulung, pedagang asongan, juru parkir, dan pedagang kecil-kecilan.
Keluarga Ronal sendiri dulunya adalah korban gusuran. Ia sempat mendapat pekerjaan tetap sebagai juru kebersihan dan pindah dari tempat itu. Tapi peruntungannya berubah ketika ia dan istrinya mendapat pemutusan hubungan kerja bersamaan. Mau tidak mau ia harus kembali ke rumah orang tuanya yang menghuni Menteng Pulo II pada 2016. Setidaknya ia tidak harus membayar uang sewa untuk bisa tinggal.
Ronal masih berupaya agar tidak harus digusur. Ia mencoba menghubungi mahasiswa kenalannya. Mahasiswa itu sepakat untuk melakukan pendampingan warga Menteng Pulo II. Akhirnya sampailah pada kesepakatan untuk mencoba melakukan penolakan penggusuran.
“Apapun risikonya, siap menolak penggusuran. Mata pencaharian warga adalah pembersih makam yang tidak punya gaji tetap.. Makan sehari-hari saja sudah berat,” ucap dia kepada Koreksi. Sehingga tinggal mengontrak akan memberatkan ekonomi warga.
Warga mencoba mengadukan kasusnya ke LBH Jakarta. Beruntungnya, LBH Jakarta saat itu sedang menyiapkan audiensi dengan Gubernur DKI Jakarta terkait kasus Kampung Bayam yang juga terkait gusuran. Ronal pun tidak menyia-nyiakan kesempatan dan turut untuk mengadukan permasalahannya ke Balai Kota pada Selasa, 22 April 2025.
Dikutip dari Tempo.co, Djauhar Arifien Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Selatan menyebut bahwa tidak ada niat Pemprov DKI Jakarta untuk menggusur warga. Senada, Bayu Meghantara, kepala dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta juga menyebut hal yang sama. “Nggak ada yang pindah. Ada sekitarnya tanah yang (bisa) dimanfaatkan untuk petak makam, kalau mereka enggak keberatan, ya,” ucap Bayu.