Koreksi, Yogyakarta– Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengecam praktik kekerasan dan tindakan represivitas penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat kepolisian dalam penjagaan aksi demonstrasi di berbagai wilayah belakangan ini.
“Jelas, ini menyalahi prinsip dasar bahwa masyarakat, rakyat, pelajar, mahasiswa, memiliki hak untuk berdemonstrasi,” tegasnya saat dihubungi Koreksi, Rabu (28/8/2024).
Isnur menjelaskan, bahwa kepolisian memiliki aturan internal yang melarang aparat terpancing untuk melakukan tindakan arogan atau bahkan melakukan tindakan kekerasan. “Ada sejumlah peraturan Polri yang mengatur hal ini,” katanya.
Di antaranya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006, yakni pedoman untuk kepolisian dalam menghadapi unjuk rasa. Pedoman ini mengatur cara menjaga ketertiban dan melindungi hak asasi manusia pengunjuk rasa dengan aman, bijaksana, dan bertanggung jawab. Kemudian, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian mengatur tentang penggunaan kekuatan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tindakan kepolisian.
Perkap Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru-Hara. Kemudian, Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Semuanya mengatur dengan jelas, bahwa polisi tidak boleh melakukan tindakan kekerasan,” terang Isnur.
Jadi apabila ada aparat di lapangan yang memukul, menendang, memiting, menyeret, itu adalah tindakan melanggar hukum. Hal itu merupakan pelanggaran, baik kode etik kepegawaian dan bahkan merupakan tindak pidana.
“Maka aparat yang melakukan tindakan kekerasan harus diproses pidana. Karena itu merupakan tindak pidana penganiayaan,” kata dia. Terkait penetapan tersangka terhadap para demonstran, Isnur meminta kepolisian seharusnya lebih berhati-hati. Apalagi penetapan tersangka tersebut dengan menggunakan pasal ‘dianggap melawan perintah petugas aparat’.
“Ini pasal karet yang biasanya digunakan. Sudah banyak kasus yang kemudian para tersangka dibebaskan. Sebaiknya polisi tidak mempidana orang-orang (demonstran) ini. Berbahaya kalau demonstrasi dianggap perbuatan pidana,” ujarnya.