Koreksi, Jakarta- Rasa lega tak terbendung saat Juan melihat pembayaran uang kuliahnya telah ditunda. Uang Kuliah Tunggal (UKT) miliknya yang semula Rp6,5 juta, mendapat dispensasi oleh pihak Rektorat Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Sabtu (14/9). Ia bersama dua mahasiswa lainnya, bisa melanjutkan perkuliahan tanpa perlu membayar ganda uang kuliah. Sebelumnya Juan bersama tiga mahasiswa lainnya ditolak dari pengajuan keringanan UKT. Pihak kampus, kata Juan, menolak pengajuan sebab Juan belum membayar semester lalu.
“Ya karena pembatalan KJMU jadinya UKT sebelumnya gak dibayarkan, KJMU kan pencairan di akhir, nah itu jaraknya gak jauh dari tagihan semester berikutnya,” ungkap Juan kepada Koreksi, Sabtu (14/9/2024).
Keringanan yang ia dapatkan bukan hadiah dari pihak kampus. Sebelumnya, Juan bersama tiga orang temannya telah menemui berbagai tingkat birokrasi kampus. “Saya sudah ke Dekan, UPT Pustikom, sampai Biro Akademik, Kemahasiswaan, dan Hubungan Masyarakat (Bakhum) tapi semuanya hanya lempar-lempar aja,” ucapnya.
Bersama pendamping dari Solidaritas Pemoeda Rawamangun (SPORA) mereka sempat beraudiensi bersama staf Wakil Rektor II UNJ, Fauzi pada Selasa (20/8). Mereka meminta penundaan pembayaran, sebelum akhirnya pihak rektorat melemparkan kewenangan kembali ke fakultas masing-masing. Setelah audiensi tanpa hasil tersebut, Juan mengajukan keringanan berupa penundaan ke Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Namun, sampai pada tanggal 26 Agustus 2024, tepat satu hari sebelum penutupan pembayaran, uang kuliah Juan masih belum tertunda.
“Saya tidak minta potongan atau pembebasan, saya mau bayar semester lalu tapi tunda untuk semester ini, gitu saja dipersulit, ya saya panik sudah tinggal sehari deadline pembayaran,” ungkap Juan. Meski akhirnya, deadline pembayaran diperpanjang hingga 14 September. Juan harus menunggu hingga hari ke 2 sebelum penutupan sampai keputusan penundaannya keluar.
“Sampai 12 September 2024 itu saya baru bisa mengisi Kartu Rencana Studi (KRS),” ucapnya. Juan mendapat keringanan setelah mengajukan banding keringanan melalui Biro Akademik, Kemahasiswaan, dan Hubungan Masyarakat (Bakhum) UNJ. Dirinya berkata hal demikian pun ia dapatkan setelah negosiasi alot dengan pegawai Bakhum. Pegawai Bakhum, kata Juan, awalnya menolak penundaan pembayaran sebab hal tersebut ranah fakultas. Namun, karena sudah lelah dengan birokrasi Juan tetap bersikukuh ingin mendapatkan penundaan.
“Saya diarahkan oleh kantor WR II untuk meminta surat keterangan dari Bakhum yang nantinya akan disambungkan ke bagian Pusat Informasi dan Komunikasi UNJ, intinya saya minta penundaan untuk semester ini dan tidak mau dibolak-balik oleh birokrat kampus,” ujarnya.
Sementara Ketua Solidaritas Pemoeda Rawamangun, Alfaraby saat ditemui pada Senin (23/9) mengatakan advokasi korban pembatalan KJMU mengalami kendala sebab tidak ada jaring solidaritas yang kuat antara sesama korban.
“Sulit menekan kampus untuk memberi keringanan bila korban sendiri tidak bergerak, padahal korban ini mencapai ratusan orang.”“Yang kita advokasi intens hanya 4 orang, itu mereka kami anggap benar-benar butuh, sayangnya dari 4 orang itu hanya Juan yang mendapatkan penundaan pembayaran, satu orang tertolak perubahan kelompok UKT-nya, sementara dua lainnya juga tertolak,” lanjutnya.
Ia pun merasa upayanya masih belum maksimal dalam mengorganisir para korban dan kampanye isu pencabutan sepihak KJMU. Bahkan agenda seperti audiensi dengan DPRD pun tidak mereka lakukan, melihat jaring solidaritas korban yang begitu minim.
“Kami tidak bisa bergerak lebih jauh, tapi alhamdulillah capaiannya masih ada meskipun minim,” ucapnya.